Baru dan Pertama di Sumatera Selatan, Inovasi Alat Ini Pangkas Emisi UMKM Ikan Asap Hingga 36 Persen. Foto: Pertamina

Kilang Pertamina Plaju menghadirkan solusi baru untuk persoalan lama dalam pengolahan ikan asap. Melalui inovasi Alat Kondensasi Ikan Asap Rendah Emisi, proses pengasapan tradisional yang selama ini identik dengan asap pekat, polusi udara, dan risiko kesehatan kini diubah menjadi lebih bersih, efisien, dan ramah lingkungan.

Selama bertahun-tahun, pelaku usaha ikan salai mengandalkan pembakaran kayu secara terbuka. Asapnya mencemari udara, mengganggu masyarakat sekitar, dan membuat pelaku UMKM harus bekerja dalam kondisi kurang sehat. Kondisi inilah yang mendorong Kilang Pertamina Plaju mengadaptasi teknologi kilang menjadi solusi tepat guna bagi UMKM perikanan.

Inovasi tersebut merupakan bagian dari Program Belida Musi Lestari, program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU III Plaju. Program ini mengintegrasikan konservasi lingkungan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan penerapan teknologi hijau berbasis kompetensi inti perusahaan.

Teknologi yang digunakan mengadopsi prinsip kerja Crude Distillation Unit (CDU) di kilang, yakni proses pemanasan dan pengembunan untuk memisahkan fraksi berdasarkan titik didih.

Prinsip ini kemudian dimodifikasi untuk proses pengasapan ikan. Asap dari pembakaran kayu atau tempurung kelapa dialirkan melalui pipa spiral berpendingin air, sehingga suhunya menurun dan uap asap terkondensasi menjadi liquid smoke atau asap cair.

Inovasi ini membuat penggunaan bahan bakar kayu menurun signifikan. Foto: Pertamina

Dengan sistem tersebut, asap tidak lagi terlepas ke udara bebas, melainkan ditangkap dan dikelola. Proses pengasapan menjadi lebih terkendali, bersih, dan menghasilkan produk turunan bernilai guna. Dampaknya langsung terasa pada efisiensi produksi. Waktu pengasapan yang sebelumnya mencapai 10 jam kini berkurang menjadi sekitar 7 jam per siklus.

Penggunaan bahan bakar kayu juga menurun signifikan, dari 30 kilogram menjadi 19,125 kilogram per produksi. Pada saat yang sama, kapasitas produksi justru meningkat dari 20 kilogram menjadi 35 kilogram ikan per siklus. Suhu pengasapan dijaga stabil di kisaran 60 derajat Celsius, menghasilkan kematangan ikan yang lebih merata dan kualitas produk yang lebih konsisten.

Dari sisi lingkungan, inovasi ini mampu menekan emisi karbon dari 2,72 ton CO₂e menjadi 1,73 ton CO₂e per siklus produksi. Asap yang sebelumnya mencemari udara kini berubah menjadi asap cair yang dapat dimanfaatkan, sehingga tidak ada lagi asap terbuang. Optimalisasi panas melalui sistem perangkap asap ini juga membantu mempercepat proses produksi sekaligus menjaga kualitas udara di sekitar lokasi usaha.

“Inovasi ini menunjukkan bagaimana kompetensi inti kilang di bidang distilasi dan kondensasi dapat ditransformasikan menjadi solusi lingkungan yang memberi nilai tambah bagi masyarakat,” ujar Siti Fauzia, Area Manager Communication, Relations & CSR RU III PT Kilang Pertamina Internasional, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, inovasi tersebut dirancang agar relevan dengan keberadaan kilang sekaligus berdampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan UMKM.

Dari sisi lingkungan, inovasi ini mampu menekan emisi karbon dari 2,72 ton CO₂e menjadi 1,73 ton CO₂e per siklus produksi. Foto: Pertamina

Alat Kondensasi Ikan Asap Rendah Emisi ini telah diserahkan kepada UMKM Jasmine Suger di kawasan Sungai Gerong. UMKM tersebut memanfaatkan pasokan ikan segar dari kelompok pembudidaya lokal, seperti patin, nila, dan gurame, yang kemudian diolah menjadi ikan asap ramah lingkungan dan dipasarkan dengan harga sekitar Rp75.000 per kemasan.

Skema ini membentuk ekosistem ekonomi yang saling terhubung, mulai dari budidaya ikan, pengolahan berbasis teknologi bersih, hingga pemasaran produk bernilai tambah. Hubungan antara UMKM dan masyarakat sekitar pun menjadi lebih kuat.

Apresiasi terhadap inovasi ini datang dari Ir. Septi Fitri, M.M., yang saat diwawancarai pada 25 Agustus 2025 masih menjabat sebagai Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banyuasin. Ia menyebut inovasi tersebut sebagai terobosan baru dan yang pertama di Sumatera Selatan.

“Jika diimplementasikan secara optimal, inovasi ini berpotensi meningkatkan kapasitas produksi sekaligus pendapatan pelaku usaha perikanan, khususnya di Banyuasin,” ujarnya.

Ia menambahkan, selama ini proses pengasapan ikan yang masih manual cenderung kurang efisien dan berdampak pada kualitas serta lingkungan.

“Melalui inovasi destilasi ikan asap ini, diharapkan biaya produksi lebih rendah, kualitas produk meningkat, dan prosesnya lebih ramah lingkungan. Jika itu tercapai, inovasi ini akan menjadi langkah nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk pelaku usaha dan generasi muda,” katanya.

***

Ahmad Supardi, SustainergyID

Tinggalkan komentar

Sedang Tren