Siti Nuraeni, Mahasiswi Universitas Borobudur Jakarta. Design: SustainergyID

Cikande kawasan industri yang biasanya cuma dipenuhi hiruk pikuk pabrik tiba-tiba jadi pusat perhatian.

Warga mulai melaporkan kejadian-kejadian aneh yang bikin banyak orang geleng kepala. Dari warung kopi sampai grup WhatsApp, muncullah istilah “gelombang radioaktif”, meski sebenarnya istilah itu nggak ada dalam dunia sains. Tapi apa daya, keresahan udah keburu menyebar.

Pemerintah kemudian memastikan bahwa Kawasan Industri Modern Cikande, Banten, memang jadi lokasi kejadian khusus terkait pencemaran zat radioaktif cesium-137.

Dari situlah muncul dugaan bahwa material Cs-137 ini bisa saja mengontaminasi produk udang beku Indonesia.

Cemaran Radioaktif Cikande, Pemerintah Setop Sementara Izin Impor Logam Bekas. Foto: Polri.go.id

Di Antara Debu, Ada Harapan Yang Tak Boleh Padam

Tanggal 2 Oktober akhirnya bakal diingat bukan sebagai hari bencana, tapi sebagai hari masyarakat sadar bahwa tubuh manusia nggak boleh jadi korban dari kelalaian sistem. Pengawasan bukan cuma soal prosedur itu janji negara untuk melindungi warganya.

Cs-137 sendiri adalah isotop radioaktif hasil fisi nuklir, biasanya muncul sebagai produk samping dari aktivitas reaktor nuklir atau uji coba senjata nuklir. Masalahnya, zat ini bisa masuk ke tubuh manusia lewat makanan dan minuman yang terkontaminasi. Radiasinya bekerja pelan, tapi bisa merusak jaringan tubuh dalam jangka panjang.

Data terbaru menunjukkan 24 perusahaan besar di Cikande ikut terpapar radiasi Cs-137. Angka itu bukan cuma statistik, tapi gambaran betapa luasnya jangkauan kontaminasi yang udah menyelinap ke jantung industri kita.

Meski angka 24 perusahaan terdengar menakutkan, pemerintah menegaskan bahwa langkah-langkah mitigasi sedang dilakukan. Kawasan industri disegel, akses diperketat, dan dekontaminasi dijalankan.

Dari krisis ini, lahir kesadaran baru: bahwa pengawasan industri bukan sekadar formalitas, melainkan janji negara untuk menjaga kehidupan.

Bahaya Cs-137 bukan hanya soal radiasi yang tak kasat mata, tetapi juga tentang kehidupan yang terganggu secara diam-diam. Ia menyusup ke tanah, air, makanan, bahkan ke tubuh manusia, meninggalkan jejak yang bisa bertahan puluhan tahun. Dari Cikande, kita belajar bahwa pengawasan industri bukan sekadar aturan, melainkan benteng terakhir untuk melindungi manusia dan lingkungan dari ancaman yang tak terlihat.

***

Siti Nuraeni, Mahasiswi Universitas Borobudur Jakarta.

Tinggalkan komentar

Sedang Tren