
Pemerintah pusat bersiap mengambil alih kembali kewenangan penerbitan izin tambang pasir kuarsa dari pemerintah daerah. Langkah ini ditempuh setelah serangkaian temuan praktik pertambangan yang dinilai menyimpang dari izin, mulai dari penambangan tanpa IPPKH hingga dugaan pencampuran mineral.
Kabar itu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia usai melantik Pejabat Tinggi Pratama Kementerian ESDM, Senin (24/11).
Menurutnya, keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin Presiden di Hambalang, Bogor, sehari sebelumnya. Fokus Ratas: penertiban tambang dan kebun ilegal yang merugikan negara.
“Kami membahas berbagai hal, terutama penguatan Satgas Penertiban Kawasan Hutan dan Pertambangan untuk menegakkan kedaulatan negara atas sumber daya alam,” ujar Bahlil.
“Kawasan hutan yang dikelola secara ilegal, baik untuk perkebunan maupun pertambangan, harus dikembalikan kepada negara.”
Temuan Pelanggaran: IUP Ada, IPPKH Tidak Ada
Menurut Bahlil, sebagian besar persoalan muncul karena penertiban hukum tidak berjalan konsisten di lapangan. Ia mengatakan masih menemukan praktik penambangan ilegal meski pemegang izin usaha pertambangan (IUP) mengantongi dokumen formal.
“Tambang-tambang ilegal ada yang punya IUP, tetapi tidak punya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Mereka tetap menambang. Itu semua akan disanksi sesuai aturan,” tegasnya.
Pemerintah juga menyoroti praktik tambang pasir kuarsa yang diduga tidak sesuai izin. Dalam sejumlah kasus, kata Bahlil, ditemukan kandungan timah yang ikut diangkut dan diperdagangkan, meski izin yang dikantongi hanya untuk komoditas pasir kuarsa.
“Penambang itu memegang izinnya pasir kuarsa, tapi di dalamnya adalah timah. Maka Ratas memutuskan bahwa izin pasir kuarsa dan silika yang awalnya di daerah ditarik kembali ke pusat agar tata kelolanya lebih baik,” ujarnya.
Evaluasi Menyeluruh Izin Pasir Kuarsa
Penarikan kewenangan ini akan membuka pintu evaluasi nasional terhadap seluruh izin tambang pasir kuarsa. Pemerintah ingin memastikan tidak ada tumpang tindih perizinan, pemanfaatan mineral di luar izin, serta kerusakan lingkungan yang tidak terkendali.
Langkah ini juga sejalan dengan status pasir kuarsa sebagai mineral kritis berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 296.K/MB.01/MEM/B/2023. Dengan status itu, komoditas pasir kuarsa dianggap strategis untuk kebutuhan industri dalam negeri, terutama sektor teknologi dan energi.
Beberapa hari sebelum Ratas, Bahlil turun langsung ke Bangka Belitung bersama Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Rombongan meninjau lokasi yang diduga menjadi pusat penambangan pasir kuarsa ilegal, sebagian beroperasi tanpa kelayakan izin.
***
Ahmad Supardi, SustainergyID





Tinggalkan komentar