
Indonesia menegaskan kembali tekadnya untuk berada di garis depan upaya global menghadapi krisis iklim. Dalam sesi Leaders Summit pada COP30 di Belém, Brasil, Kamis (6/11), Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menyampaikan komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat transisi menuju Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
“Indonesia datang ke Belém dengan membawa pesan yang jelas. Kami tetap berkomitmen memperkuat komitmen iklim nasional dan siap bekerja sama dengan negara-negara lain untuk mewujudkan aksi iklim yang nyata, inklusif, dan ambisius,” kata Hashim.
Target Emisi dan Energi Hijau
Hashim memaparkan bahwa Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen tanpa mengorbankan lingkungan. Dalam Second Nationally Determined Contribution (SNDC), Indonesia mengincar pengurangan emisi hingga 1,5 gigaton CO₂e pada 2035, antara lain melalui peningkatan bauran energi terbarukan menjadi 23 persen pada 2030 serta pengembangan teknologi baru, termasuk energi nuklir.
Ia menekankan dua regulasi baru yang menjadi landasan penting transisi energi: Perpres 109 tentang Waste to Energy dan Perpres 110 tentang Nilai Ekonomi Karbon.
“Kedua regulasi ini memperkuat sistem dekarbonisasi nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca,” ujarnya.
Kepemimpinan Berbasis Aksi
Komitmen pemerintah turut diperkuat oleh Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq. Ia menegaskan bahwa transformasi menuju ekonomi hijau harus berkeadilan.
“COP30 menjadi momentum untuk membuktikan bahwa pembangunan hijau bukan hanya mungkin, tetapi menguntungkan. Indonesia membangun kepemimpinan dari aksi nyata, bukan sekadar janji,” tegas Hanif.
Ia mengingatkan bahwa prinsip keadilan iklim mutlak diperhatikan agar tak ada kelompok yang tertinggal. “Indonesia memadukan kebijakan, sains, dan nilai sosial untuk masa depan yang lebih baik,” tambahnya.
PLN Siap Eksekusi RUPTL Baru
Di sektor ketenagalistrikan, Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, memastikan kesiapan PLN menjalankan visi Presiden dalam transisi energi. Ia menjelaskan bahwa RUPTL 2025–2034 menjadi peta jalan strategis transisi energi nasional.
“Dalam rencana tersebut, sepuluh tahun ke depan Indonesia menargetkan penambahan kapasitas pembangkit 69,5 GW, dengan sekitar 76 persen berbasis energi terbarukan dan storage,” ungkap Darmawan.
RUPTL baru ini, katanya, bukan hanya menyuplai listrik yang andal, tetapi juga mendorong penciptaan green jobs, memperluas akses listrik hingga wilayah 3T, dan memperkuat ketahanan energi nasional.
“Dengan memprioritaskan energi terbarukan, PLN berkomitmen menjadikan sistem kelistrikan nasional lebih bersih, inklusif, dan berkelanjutan. Dengan sinergi pemangku kepentingan, target transisi energi yang ambisius dapat dicapai tepat waktu,” tutupnya.
***
Ahmad Supardi, SustainergyID





Tinggalkan komentar