Presiden Prabowo Resmikan Pabrik Hilirisasi Migas Terbesar di Asia Tenggara. Foto: Kementerian ESDM

Setelah hampir satu dekade perjalanan panjang, Indonesia akhirnya menorehkan capaian baru di industri minyak dan gas bumi (migas). Sebuah pabrik petrokimia terintegrasi berskala besar kini berdiri megah di Cilegon, Banten, simbol nyata kemandirian industri energi nasional.

Pabrik bernama New Ethylene Project milik PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) itu diresmikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, pada Kamis (6/11/2025). Kehadirannya menjadi tonggak penting dari kebijakan hilirisasi yang kini menjadi prioritas utama dalam program Asta Cita Pemerintah.

“Lotte adalah salah satu perusahaan terbesar di dunia. Mereka berinvestasi di Indonesia sebesar Rp65 triliun. Kita wajib menjaga dan mengamankan investasi ini karena manfaatnya sangat besar bagi rakyat Indonesia,” ujar Presiden Prabowo dalam sambutannya di Cilegon.

Dari Proyek Mangkrak Menjadi Magnet Industri

Proyek yang mulai digagas sejak 2016 ini sempat tertunda selama lima tahun karena persoalan lahan dan perizinan. Situasi berubah ketika Bahlil Lahadalia menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM. Ia mendorong percepatan melalui penyederhanaan izin, penyelesaian lahan, hingga pemberian insentif investasi.

Hasilnya, pada April 2022, pembangunan pabrik akhirnya dimulai. Tiga tahun kemudian, tepat Oktober 2025, fasilitas senilai USD3,9 miliar (sekitar Rp62 triliun) itu resmi beroperasi. Proyek ini juga menandai kembalinya pembangunan kompleks naphtha cracker di Indonesia setelah hampir 30 tahun sejak era Chandra Asri.

Nilai Tambah dan Dampak Ekonomi

Kapasitas produksinya luar biasa besar: mampu mengolah 3.200 kiloton naphtha per tahun dan menghasilkan beragam produk petrokimia seperti ethylene, propylene, butadiene, high density polyethylene (HDPE), hingga polypropylene (PP), bahan baku penting untuk industri plastik, otomotif, hingga alat kesehatan.

Dengan kapasitas itu, pabrik ini diharapkan mampu mengganti impor produk petrokimia hingga USD1,4 miliar per tahun, sekaligus menambah potensi ekspor senilai USD600 juta. Secara total, nilai hilirisasi yang dihasilkan diperkirakan mencapai USD2 miliar per tahun.

“Proyek ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara, bahkan lebih besar dari kompleks Lotte di Malaysia,” kata Bahlil.

“Hilirisasi migas seperti ini akan memperkuat neraca perdagangan nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku industri.”

Selain dampak ekonomi makro, proyek ini juga membuka peluang kerja bagi sekitar 40 ribu orang, baik secara langsung maupun tidak langsung, selama masa konstruksi dan operasional.

Simbol Kemitraan Strategis

Dari sisi investasi, pabrik ini mencerminkan eratnya kemitraan Indonesia–Korea Selatan. Chairman LOTTE Group, Shin Dong-bin, menyebut proyek ini sebagai simbol kepercayaan dan kolaborasi jangka panjang antara kedua negara.

“Ini salah satu investasi terbesar perusahaan Korea di Indonesia. Kami percaya, proyek ini akan memperkuat daya saing industri petrokimia Indonesia di kawasan,” ujarnya.

Hadirnya fasilitas New Ethylene Project menandai babak baru hilirisasi migas di Indonesia. Jika sebelumnya fokus hilirisasi lebih banyak diarahkan pada sektor mineral dan batubara, kini pemerintah memperluas langkah ke sektor migas untuk memperbesar nilai tambah di dalam negeri.

“Hilirisasi migas ini adalah pembuktian bahwa kita tidak berhenti pada ekspor bahan mentah. Kita harus olah di dalam negeri, untuk kemandirian energi dan kekuatan industri nasional,” tegas Bahlil.

***

Ahmad Supardi, SustainergyID

Tinggalkan komentar

Sedang Tren