“Harta Karun” Mineral Radioaktif untuk Kemandirian Energi Nasional. Foto: BRIN

Di tengah tantangan transisi energi global, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus menegaskan komitmennya dalam membangun kemandirian energi berbasis riset. Salah satu langkah strategisnya adalah memperkuat penelitian di bidang energi nuklir dan material pendukungnya, termasuk eksplorasi serta pengolahan mineral radioaktif yang menjadi bahan dasar energi masa depan.

Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Syaiful Bakhri, menyebut bahwa penguasaan teknologi siklus bahan bakar nuklir dari hulu hingga hilir menjadi kunci kemandirian energi Indonesia.

“Kita tengah menuju Indonesia dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pada 2030. Untuk itu, kita harus tahu di mana sumber mineral uranium dan thorium berada, bagaimana mengelolanya, hingga mengolah limbahnya,” ujar Syaiful dalam acara Nuclear Talk bertajuk “Menggali Potensi Mineral Radioaktif Berasosiasi dengan Unsur Kritis serta Pengolahannya Menuju Kemandirian Nasional” di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Kamis (30/10).

Ia menegaskan, riset BRIN tak berhenti di meja laboratorium. Hasil penelitian diharapkan dapat diterapkan langsung melalui kolaborasi dengan industri dan akademisi, sehingga ketika PLTN dibangun di Indonesia, kesiapan teknologi sudah sepenuhnya berada di tangan bangsa sendiri.

“Harapannya, riset yang kita kuasai bisa langsung diaplikasikan. Jadi saat PLTN berdiri, kita tak lagi bergantung pada pihak luar,” tambahnya.

Potensi sumber daya pun tak kalah menjanjikan. I Gde Sukadana, Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Teknologi Bahan Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTBNLR) BRIN, menjelaskan bahwa kondisi geografis tropis Indonesia mendukung terbentuknya mineral berharga seperti thorium dan logam tanah jarang (LTJ).

“Kelembapan tinggi di daerah tropis membuat unsur resisten seperti thorium dan LTJ terkonsentrasi di tanah lapuk. Contohnya di Mamuju, Sulawesi Barat, ada sekitar 800 km² area yang kaya akan LTJ dan mineral radioaktif,” ujarnya.

Dengan teknologi detektor gamma, tim BRIN mampu memetakan sebaran uranium, thorium, dan kalium secara presisi. “Metode analisis ini membuat eksplorasi jauh lebih detail, sehingga potensi batuan mengandung unsur penting tak akan terlewat,” tambahnya.

Peneliti BRIN tampil pada Acara Nuclear Talk bertajuk “Menggali Potensi Mineral Radioaktif Berasosiasi dengan Unsur Kritis serta Pengolahannya Menuju Kemandirian Nasional” di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Kamis (30/10).

Peneliti BRIN lainnya, Kurnia Setiawan Widana, menyebut bahwa mineral monasit, hasil samping dari penambangan timah di Bangka Belitung, menjadi sumber utama LTJ di Indonesia. Analisis menunjukkan kandungan LTJ-nya mencapai 56–70 persen.

Kolaborasi antara PRTBNLR dan Pusat Riset Teknologi Mineral (PRTM) BRIN pun telah menghasilkan terobosan penting. Mereka berhasil mengekstraksi thorium dengan kemurnian hingga 99 persen, membuka jalan bagi kesiapan bahan baku nuklir nasional.

“Artinya, thorium kita sudah siap jika nanti digunakan untuk PLTN,” jelas Kurnia.

***

Ahmad Supardi, SustainergyID

Tinggalkan komentar

Sedang Tren