Panorama dari puncak Gunung Lawu. Foto: Reni PS, d’Traveler

Pemerintah memastikan Gunung Lawu tetap lestari sebagai kawasan yang dijaga nilai sejarah, budaya, dan spiritualnya. Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah menegaskan bahwa Gunung Lawu tidak termasuk dalam Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dan tidak ada rencana eksplorasi energi di kawasan tersebut.

“Kami tegaskan, Gunung Lawu tidak masuk dalam Wilayah Kerja Panas Bumi. Tidak ada proses lelang maupun aktivitas eksplorasi di kawasan tersebut. Pemerintah berpegang pada prinsip kehati-hatian dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, Minggu (19/10).

Kepastian ini datang setelah evaluasi menyeluruh terhadap rencana pengembangan WKP Gunung Lawu yang diajukan pada 2018 dan resmi dihapus pada 2023.

Pemerintah menilai kawasan Gunung Lawu memiliki makna kultural dan spiritual yang kuat bagi masyarakat sekitar, sehingga tak layak dijadikan wilayah eksplorasi panas bumi.

Pemerintah Pastikan Gunung Lawu Tidak Masuk Wilayah Kerja Panas Bumi. Foto: KESDM

Sebagai tindak lanjut, pada 2024 pemerintah menggelar audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dan melibatkan akademisi dari Universitas Sebelas Maret (UNS). Dari hasil diskusi itu, Kecamatan Jenawi diusulkan sebagai lokasi alternatif untuk penelitian panas bumi, karena letaknya jauh dari kawasan sakral, situs budaya, dan area yang memiliki keterikatan spiritual dengan Gunung Lawu.

Namun, kegiatan di Jenawi bukan berarti eksplorasi langsung. Tahapan awal hanya berupa Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE), serangkaian kajian geosains untuk memetakan potensi panas bumi secara ilmiah.

Survei ini juga akan memastikan semua situs budaya dan kawasan sakral dikecualikan dari area kajian.

Jika hasil survei menunjukkan potensi yang sesuai, pemerintah akan menyiapkan minimal satu sumur eksplorasi, dengan estimasi potensi listrik hingga 40 megawatt, cukup untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 40.000 rumah tangga.

Meski begitu, pemerintah menegaskan bahwa pengembangan energi bersih tidak boleh mengorbankan nilai budaya dan spiritual masyarakat.

“PSPE ini sifatnya baru survei pendahuluan. Pengeboran nanti dilakukan setelah hasil survei memastikan tak ada kawasan sakral atau hutan konservasi yang terdampak. Semua proses dilakukan transparan dan partisipatif,” jelas Eniya.

Ia juga menegaskan, kegiatan PSPE tidak akan dimulai sebelum seluruh proses audiensi, sosialisasi, dan diskusi terbuka dengan masyarakat rampung. Karena itu, PSPE Jenawi dipastikan belum akan berjalan pada tahun 2025.

“Kami ingin memastikan semua proses berjalan hati-hati dan dapat diterima semua pihak. Selama dialog masih berlangsung, PSPE di Jenawi belum akan kami laksanakan,” tutup Eniya.

***

Ahmad Supardi, SustainergyID

Tinggalkan komentar

Sedang Tren