Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Ilustrasi: Freepik

Upaya Indonesia menuju pemanfaatan energi nuklir terus melangkah. Dewan Energi Nasional (DEN) menggelar focus group discussion (FGD) untuk membahas harmonisasi perizinan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Selasa (15/10). Diskusi ini menjadi ruang penting untuk menyatukan langkah lintas lembaga dalam memastikan proses perizinan PLTN berjalan efektif dan terukur.

Rapat yang berlangsung di Tangerang Selatan ini dipimpin oleh Anggota DEN As Natio Lasman, serta dihadiri oleh anggota DEN lainnya seperti Agus Puji Prasetyono, Yusra Khan, Agus Pramono, dan Dina Nurul Fitria. Hadir pula Sekretaris Jenderal DEN Dadan Kusdiana, Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Sekretariat Jenderal DEN Yunus Saefulhak, serta perwakilan dari berbagai instansi terkait: Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Kementerian Investasi/BKPM, Kementerian ATR/BPN, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian ESDM, PT PLN (Persero), PLN Indonesia Power, dan Masyarakat Energi Baru Nuklir Indonesia (MENI).

Dalam paparannya, Sekjen DEN Dadan Kusdiana menjelaskan secara rinci tahapan proses perizinan pembangunan dan pengoperasian PLTN.

“Ada dua alternatif skema alur proses penetapan tapak PLTN, bergantung pada pihak yang mengajukan, apakah PLN atau IPP. Prosesnya mencakup evaluasi tapak, persetujuan tapak, hingga persetujuan desain generik,” jelas Dadan.

Salah satu isu penting yang mencuat adalah durasi perizinan. As Natio Lasman menyoroti lamanya proses yang bisa menjadi tantangan dalam realisasi PLTN di Indonesia.

Dewan Energi Nasional (DEN) Membahasa Harmonisasi Skema Perizinan PLTN. Foto: DEN

Menanggapi hal itu, perwakilan Kementerian Investasi/BKPM mengusulkan penyederhanaan dokumen persyaratan dengan mengajukan izin tata ruang dan lingkungan sekaligus untuk dua kategori KBLI, selama reaktor dan pembangkit berada di lokasi yang sama. Skema ini dinilai dapat memangkas waktu perizinan secara signifikan.

Sementara itu, BAPETEN menyampaikan dukungannya terhadap alternatif skema yang diusulkan. Lembaga pengawas nuklir ini juga menekankan pentingnya sosialisasi kepada pemerintah daerah, guna membangun penerimaan publik dan dukungan industri di sekitar wilayah tapak PLTN.

Usulan serupa datang dari Kementerian ATR/BPN, yang menekankan perlunya komunikasi dengan pemerintah daerah agar lokasi tapak PLTN dapat dimasukkan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) atau bahkan ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN).

Dari sisi riset, BRIN memastikan akan melakukan kliring dan audit teknologi PLTN, yang hasilnya akan menjadi rekomendasi penting bagi National Energy Program Implementation Organization (NEPIO).

FGD ini menandai langkah awal penting menuju harmonisasi kebijakan nuklir di Indonesia, sebuah upaya yang tidak hanya teknis, tetapi juga strategis dalam membangun masa depan energi yang bersih, aman, dan berkelanjutan.

***

Ahmad Supardi, SustainergyID

Tinggalkan komentar

Sedang Tren