Ekstrak Tangkai dan Daun Begonia Tangkal Bakteri Penyebab Bau Mulut. Foto: BRIN

Siapa sangka tanaman hias berdaun lebar yang sering tumbuh di pegunungan ini menyimpan potensi besar untuk kesehatan mulut. Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Botani Terapan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Efendi, bersama timnya, menemukan aktivitas antibakteri pada ekstrak tangkai dan daun Begonia multangula Blume terhadap bakteri penyebab bau mulut, Porphyromonas gingivalis (P. gingivalis).

Penelitian ini berangkat dari karakter begonia yang memiliki rasa asam, kandungan fitokimia yang kaya, dan persebarannya yang melimpah di pegunungan Jawa bagian barat.

P. gingivalis adalah bakteri anaerob gram-negatif yang berperan besar dalam penyakit periodontitis, yaitu peradangan yang merusak jaringan penyangga gigi hingga bisa menyebabkan kehilangan gigi,” jelas Efendi.

Menurut data, prevalensi penyakit periodontal di Indonesia mencapai 60 persen, menempati posisi kedua setelah karies gigi. Penyakit ini umumnya berawal dari penumpukan plak dan bakteri di rongga mulut, di mana P. gingivalis merupakan salah satu bakteri yang paling dominan.

Selain menyebabkan kerusakan jaringan gusi, bakteri ini juga menghasilkan gas berbau tak sedap berupa volatile sulphur compounds (VSC) — penyebab utama bau mulut.

“Pembentukan VSC ini meningkat saat kondisi mulut basa, sedangkan dalam suasana asam justru terhambat,” kata Efendi.

Begonia yang memiliki rasa asam, kandungan fitokimia yang kaya, dan persebarannya yang melimpah di pegunungan Jawa bagian barat. Foto: BRIN

Dari Asam Pegunungan Jadi Antibakteri Alami

Untuk mengatasi bau mulut, masyarakat umumnya mengandalkan pasta gigi atau permen penyegar napas. Namun, Efendi dan tim menunjukkan alternatif alami: Begonia multangula Blume, tanaman yang ternyata memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri P. gingivalis.

Begonia multangula merupakan spesies endemik yang rentan punah karena area distribusinya terbatas. Tanaman ini tersebar di Sumatra, Jawa, hingga Kepulauan Sunda Kecil, dan tumbuh baik di kawasan pegunungan. Masyarakat Sunda mengenalnya dengan nama “hariang hejo”, dan biasa memanfaatkan tangkai atau batangnya sebagai pengganti asam dalam masakan.

“Tinggi tanaman ini bisa mencapai satu meter, dengan batang berbulu merah atau hijau tua, dan daun berlekuk runcing sepanjang 30 sentimeter,” ujar Efendi menggambarkan.

Bunganya berwarna putih, berbulu halus di bagian luar, dengan buah berbentuk berry.

Penelitian dilakukan dengan dua metode ekstraksi, ekstrak segar dan maserasi, untuk membandingkan potensi antibakteri dari masing-masing jenis pelarut.

“Ekstrak segar digunakan agar kandungan fitokimia tidak rusak oleh panas,” tambah Efendi.

Tanaman begonia yang memiliki manfaat untuk menghambat bakteri P. gingivalis, yaitu Begonia multangula Blume. Foto: BRIN

Kandungan Senyawa dan Cara Kerjanya

Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa begonia mengandung beragam senyawa aktif seperti fenol, flavonoid, steroid, terpenoid, dan alkaloid. Ekstrak etanol dan airnya juga positif mengandung saponin, tanin, ethyl palmitate, palmitic acid, ethyl linolenat, dan acetol.

Masing-masing senyawa memiliki cara kerja antibakteri yang berbeda.

  • Saponin menyebabkan kerusakan protein dan enzim di dalam sel bakteri hingga sel mati.
  • Fenol merusak membran sel dan menonaktifkan enzim, membuat bakteri kehilangan fungsi vitalnya.
  • Flavonoid menggumpalkan protein dan merusak dinding sel bakteri.
  • Terpenoid mengganggu porin pada dinding sel, menghambat masuknya nutrisi.
  • Tanin menginaktivasi enzim dan mengganggu fungsi genetik bakteri.
  • Alkaloid membentuk ikatan dengan DNA, menyebabkan kerusakan genetik pada sel bakteri.

“Sebagian besar senyawa aktif dalam begonia terbukti efektif menyebabkan kerusakan pada sel bakteri,” tegas Efendi.

Potensi tensi Pengembangan ke Produk Konsumen

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tangkai dan daun Begonia multangula Blume memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. gingivalis, dengan efek bakterisida, artinya, ekstrak benar-benar menghambat pertumbuhan bakteri. Aktivitas tertinggi ditemukan pada ekstrak etanol tangkai, sedangkan aktivitas terendah pada ekstrak air daun.

“Sebenarnya, harapannya ke depan adalah membuat permen atau pasta gigi dari tanaman begonia ini,” ungkap Efendi.

“Namun, karena keterbatasan bahan tanaman, hasil itu belum bisa diwujudkan.”

Ia berharap penelitian ini menjadi langkah awal bagi pengembangan produk alami berbasis tanaman endemik Indonesia.

“Perlu penelitian lanjutan sebelum menjadi produk siap pakai. Sekecil apapun hasil riset, yang penting bermanfaat. Diharapkan ada kerja sama dengan mitra untuk mengembangkannya,” tutup Efendi.

***

Ahmad Supardi, SustainergyID

Tinggalkan komentar

Sedang Tren