
Barisan mangrove di pesisir Semarang kian terdesak. Dalam satu dekade terakhir, luas tutupan pohon bakau yang selama ini jadi benteng alami kota pesisir itu menyusut signifikan. Temuan ini dipaparkan oleh Yuliana Susilowati, Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, dalam forum China-Indonesia Ocean Atmosphere Training Workshop, Selasa (16/9).
“Analisis temporal mengungkapkan penurunan tutupan mangrove yang cukup serius dalam sepuluh tahun terakhir. Padahal, mangrove memegang peran vital, baik sebagai pelindung alami pesisir maupun penyimpan karbon biru,” ujar Yuliana.
Penelitian ini menggabungkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dengan data citra satelit Sentinel 2 dan Landsat 8. Berbagai algoritma, mulai dari Minimum Distance, K-Nearest Neighbor, CART, hingga Random Forest, diuji untuk memetakan dinamika perubahan lahan mangrove. Hasilnya, citra Sentinel 2 dinilai paling akurat, sementara algoritma Random Forest terbukti unggul dalam mengklasifikasikan kawasan mangrove.
Metode ini tidak hanya mengandalkan data satelit. Tim BRIN juga melakukan ground truth check di lapangan untuk memastikan validitas data, lalu mengevaluasi akurasi pemetaan dengan confusion matrix.
Dengan teknologi ini, peta tutupan mangrove bisa disajikan lebih detail, sehingga membantu perencanaan tata ruang, konservasi pesisir, hingga pengelolaan karbon biru secara berkelanjutan.
“Mangrove bukan sekadar pohon. Ia adalah penyerap karbon biru, rumah bagi biota laut, sekaligus pelindung daratan. Pemetaan berbasis AI ini diharapkan bisa jadi pegangan pemerintah daerah, komunitas lokal, hingga generasi muda untuk lebih peduli menjaga pesisir,” pungkas Yuliana.
***
Ahmad Supardi, SustainergyID.





Tinggalkan komentar