
Sektor transportasi masih menjadi “penyumbang berat” emisi karbon di Indonesia. Data Our World in Data mencatat, 73 persen permintaan minyak nasional diserap oleh transportasi, menjadikannya salah satu sektor paling boros energi fosil. Menyadari tantangan ini, Pertamina menegaskan komitmennya bukan hanya menekan emisi di lini bisnisnya, tapi juga mendorong dekarbonisasi transportasi.
“Ini bukan hanya soal pengurangan emisi, tapi juga tentang mempercepat perubahan sistem energi transportasi kita agar lebih berkelanjutan dan adil bagi masyarakat,” ujar Norman Ginting, Direktur Proyek & Operasi Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), dalam diskusi publik “Apa Kabar Transisi Energi di Sektor Transportasi” yang digelar Energy Institute for Transition (EITS), Rabu (10/9/2025).
Norman menjelaskan, salah satu strategi yang tengah dikembangkan adalah pemanfaatan bahan bakar nabati, seperti bioetanol dari tetes tebu, aren, singkong, hingga sorgum. “Dengan bioetanol, pembakaran pada kendaraan menghasilkan emisi lebih sedikit, tanpa perlu mengubah mesin. Jadi lebih mudah diimplementasikan,” katanya.
Pertamina juga menggerakkan program B40 biodiesel, memproduksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dari kilang, serta mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis minyak jelantah yang telah diuji coba bersama Pelita Air.
Ke depan, Pertamina NRE menargetkan produksi bioetanol mencapai 630 ribu kiloliter per tahun pada 2032. Sementara di jalur elektrifikasi, Pertamina bersama Indonesia Battery Corporation (IBC) membangun ekosistem kendaraan listrik dan Battery Energy Storage System (BESS) dengan ambisi menjadi produsen terbesar di ASEAN.
Tak hanya itu, Pertamina juga menyiapkan infrastruktur hidrogen. Dua Stasiun Pengisian Hidrogen (HRS) ditargetkan beroperasi di Daan Mogot (2026) dan Jawa Barat (2028) dengan kapasitas awal 200–500 kg per hari.
Norman menutup paparannya dengan pesan kolaboratif. “Indonesia dianugerahi potensi energi bersih yang melimpah, tapi tetap ada tantangan besar di depan. Karena itu transisi energi harus dijalankan sebagai aksi kolektif dengan kolaborasi erat dari semua pihak,” tegasnya.
***
Ahmad Supardi, SustainergyID.





Tinggalkan komentar