
Pagi itu, 2 Juni 2024, kawasan Car Free Day Sudirman-Thamrin terasa berbeda. Ratusan orang, terutama anak-anak muda, memenuhi jalan dengan semangat kolektif. Mereka membawa poster berwarna mencolok dengan seruan kuat: hentikan PLTU batu bara, percepat transisi energi terbarukan, dan dukung inovasi penyimpanan energy, mulai dari Pumped Hydro Energy Storage (PHES) hingga Battery Energy Storage System (BESS).
Ketika itu udara Jakarta menyengat, menambah kegelisahan mereka yang sebelumnya memang sudah memuncak. Bagi peserta aksi, krisis iklim sudah di depan mata. Banjir datang lebih cepat, musim kemarau makin panjang, dan polusi tetap menyelimuti meski langit cerah.
Di tengah iklim yang tak menentu dan ketidakpekaan kebijakan, mereka menuntut perubahan nyata.
Aksi itu digagas oleh Generasi Energi Bersih (GEN-B), yang berjejaring melalui Koalisi Indonesia Bebas Emisi (KIBE) 2050, terdiri dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Departemen Lingkungan Hidup Fakultas Hukum Universitas Indonesia (DLH FH UI), Enter Nusantara, dan Climate Ranger.
Meskipun disebut “pawai,” aksi ini lebih merupakan pernyataan politik di ruang publik. Pesan yang tersemat pada poster mereka menyuarakan tekad bahwa transisi energi membutuhkan kerja kolektif.
Pawai dimulai di Terowongan Kendal, Jakarta Pusat, dan berakhir di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). Di sana, para peserta menyampaikan rekomendasi konkret, mulai dari sinkronisasi target dekarbonisasi antar kementerian, mekanisme pembiayaan energi bersih yang inklusif, insentif pemasangan PLTS atap, hingga regulasi Desa Mandiri Energi yang lebih mendukung. Keharusan penghentian PLTU batu bara secara bertahap, evaluasi cofiring dan CCS/CCUS, pajak karbon, serta pengalihan subsidi juga menjadi fokus utama.
Pemerintah, melalui Agus Cahyono Adi dari KESDM, menyatakan apresiasi terhadap masukan tersebut dan berjanji akan meneruskannya ke berbagai bagian terkait. Irwan Sarifudin dari IESR menambahkan harapan bahwa kolaborasi lintas pihak dalam pawai tersebut akan memperkuat komitmen pemerintah untuk mendukung energi terbarukan yang lebih luas.
Kini, pawai itu sudah setahun berlalu, gema aksi itu belum mereda. Setiap kali kabar polusi makin buruk atau proyek energi kotor diluncurkan, memori pawai di Sudirman-Thamrin kembali membara.
Tahun ini, Pawai Indonesia Bebas Emisi 2050 kembali digelar. Tentu ini bukan sekadar pengulangan, melainkan penegasan bahwa komitmen kolektif tidak boleh meredup. Dari generasi ke generasi, jejak yang sama terus ditapak. Indonesia bebas emisi bukan sekadar wacana, tetapi visi yang diwujudkan bersama.
Aksi ini menandai harapan masa depan bahwa energi bersih tidak bisa ditunda lagi. Pada 14 September 2025, pawai kembali hadir di kawasan Car Free Day Jakarta, mulai pukul 05.00 hingga 10.00 WIB, menunjukkan bahwa memori kolektif ini terus hidup dan berkembang.
***
Aditya Pratama P., Mahasiswa Universitas Indonesia. Saat ini aktif di Generasi Energi Bersih (Gen-B) Depok.





Tinggalkan komentar