Rafflesia berwarna putih ini mekar di Bukit Sungai Saung Hilir, Desa Pagar, Kecamatan Ulu Talo, Kabupaten Seluma, Bengkulu, awal Juli 2018. Foto: Dokumen Kades Pagar

Baca bagian 1: Rafflesia di Persimpangan Jalan

Baca bagian 2: Rafflesia Menunggu Payung Hukum

Rini Rohma girang bukan main ketika matanya menangkap bonggol Rafflesia arnoldii di Hutan Lindung Bukit Daun Register V, Cagar Alam Taba Penanjung II, Bengkulu Tengah. Siang lembab di akhir Agustus 2019 itu menjadi perjumpaan pertamanya dengan puspa langka nasional yang selama ini hanya ia lihat di buku dan layar gawai.

Ia membungkuk, mengamati bonggol yang menempel erat di batang inang Tetrastigma. Dengan tangan gemetar, ia mengangkat kamera ponselnya. Jepret. “Masih bonggol saja cantik,” katanya pelan, “apalagi kalau sudah mekar.”

Tak jauh dari situ, pada batang inang lain, Rini menemukan bonggol sebesar kepalan tangan orang dewasa, dikelilingi beberapa bonggol mungil. Satu inang memelihara delapan bakal bunga sekaligus. Matanya berbinar, seolah melihat janji kehidupan.

Rini adalah anggota muda Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu. Ia bergabung karena satu tekad: memahami hutan dan menjaga habitat Rafflesia. “Saya ingin mengerti lebih jauh kondisi hutan dan habitat Rafflesia,” ujarnya.

Hutan basah di Bengkulu menjadi rumah besar rafflesia. Foto: Ahmad Supardi/SustainergyID

Tumbuh Subur di Hutan Basah

Bagi Agus Susatya, peneliti Rafflesia dan Amorphophallus dari Universitas Bengkulu, pemandangan yang dialami Rini adalah bukti betapa suburnya Bengkulu sebagai rumah Rafflesia. “Hutan hujan tropis di sini selalu basah dan lembab. Itu kondisi ideal bagi Rafflesia,” katanya, Minggu (8/9/2019).

Hutan hujan tropis, bentangan raksasa hijau di sisi barat Sumatera, menyimpan keragaman flora-fauna dunia. Dari kanopi lebat, suara burung rangkong memantul, sementara di tanah lembap, Rafflesia menunggu waktunya mekar.

Agus menjabarkan, Rafflesia tersebar luas di Asia Tenggara: mulai dari Thailand selatan, Filipina, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, hingga Kalimantan. Di Leuser (Aceh dan Sumatera Utara), empat jenis tercatat: R. arnoldii, R. atjehensis, R. micropylora, dan R. rochussenii.

Di Jawa, ada R. patma di Pangandaran dan Nusa Kambangan. Juga R. zollingeriana di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur—jenis yang pernah tercatat di Bali, namun kini lenyap.

Kalimantan menyimpan R. tuan-mudae di Cagar Alam Gunung Raya dan Bukit Baka Bukit Raya, serta R. pricei di Taman Nasional Kayan Mentarang.

“Sumatera adalah pusat Rafflesia,” kata Agus, penulis buku Rafflesia: Pesona Bunga Terbesar di Dunia. Ia sendiri menemukan tiga jenis baru: R. lawangensis, R. bengkuluensis, dan R. kemumu.

Rafflesia lawangensis. Sumber: Jurnal REINWARDTIA, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI]

Episentrum Bengkulu

Dari 13 jenis Rafflesia di Indonesia, 11 hidup di Sumatera. Lima di antaranya bermukim di Bengkulu: R. arnoldii, R. bengkuluensis, R. lawangensis, R. kemumu, dan R. gadutensis.

Bengkulu bak episentrum mekaran puspa raksasa ini. Kawasan yang kerap menjadi panggung Rafflesia antara lain Cagar Alam Pagar Gunung, Air Musno, Taba Penanjung I dan II, Kemumu, Beringin Tiga, Taba Rena, hingga Taman Nasional Kerinci Seblat. Jejaknya juga tampak di Bukit Daun, Bukit Hitam, Padang Capo, Kedurang, Muara Sahung, hingga Bukit Barisan Selatan.

Data KPPL Bengkulu Tengah menyebut, Cagar Alam Taba Penanjung I dan II adalah habitat paling produktif. Di hutan seluas 3,7 hektare itu, Rafflesia rutin mekar tiap tahun. Tahun 2014, 57 kuntum; 2015 melonjak 70 kuntum; 2016 turun jadi 40; 2017 hanya 10; 2018 stagnan 10; dan Januari–Agustus 2019 sudah 13 kuntum, dengan sembilan bonggol lain menunggu giliran.

“Lokasinya di pinggir jalan utama Bengkulu Tengah–Kepahiang, jadi mudah dipantau,” ujar Agus.

Dukungan Konservasi

Mekarnya Rafflesia bukan sekadar wisata mata, melainkan alarm ekologis. Tanpa hutan yang utuh, bunga parasit obligat ini mustahil hidup. “Di hutan Sumatera, masih ada peluang ditemukan jenis baru,” kata Agus. “Tapi hanya kalau hutannya terjaga.”

Rohidin Mersyah, Gubernur Bengkulu, memahami sinyal itu. Ia menegaskan dukungan terhadap upaya konservasi. “Penjagaan dilakukan untuk menghindari perambahan dan pembukaan hutan,” ujarnya.

Ia tak ingin anak cucu hanya mendengar cerita tentang Rafflesia. “Kalau bukan kita, siapa lagi yang menyelamatkan?” katanya.

Rohidin juga memberi lampu hijau atas usulan Peraturan Daerah (Perda) Konservasi Rafflesia yang digagas KPPL bersama peneliti Universitas Bengkulu. “Sudah seharusnya ada aturan menjaga hutan Bengkulu, terlebih habitat Rafflesia,” tegasnya.

13 Puspa Raksasa yang Dilindungi

Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, menetapkan 13 jenis Rafflesia sebagai tumbuhan dilindungi:

  1. Rafflesia arnoldii (Rafflesia raksasa)
  2. Rafflesia bengkuluensis (Rafflesia Bengkulu)
  3. Rafflesia gadutensis (Rafflesia Gadut)
  4. Rafflesia hasseltii (Tindawan Biring)
  5. Rafflesia lawangensis (Rafflesia Lawang)
  6. Rafflesia meijeri (Rafflesia Meyer)
  7. Rafflesia micropylora (Rafflesia Mulut Kecil)
  8. Rafflesia pricei (Rafflesia Prise)
  9. Rafflesia rochussenii (Perud Kibarera)
  10. Rafflesia tuan-mudae (Bunga Patma)
  11. Rafflesia zollingeriana (Patma/Kembang Banyu)
  12. Rafflesia patma (Patma Sari)
  13. Rafflesia kemumu (Rafflesia Kemumu)

Daftar itu adalah pengingat, betapa kaya ragam puspa raksasa di negeri ini—dan betapa rapuh keberadaannya.

Menjaga Mekar Terakhir

Rini masih menatap bonggol kecil di Cagar Alam Taba Penanjung. Ia membayangkan lima kelopak merah berdiameter hampir satu meter, terhampar seperti karpet raksasa di lantai hutan. Ia tahu, mekar Rafflesia hanya bertahan 5–7 hari, lalu membusuk, lenyap dalam senyap.

Namun di balik singkatnya hayat mekar, ada pesan yang tak lekang: menjaga hutan, menjaga kehidupan. Dari akar-akar raksasa, dari liana yang jadi inang, dari lembap tanah tropis, lahirlah puspa yang membuat dunia terpana.

Jika hutan terjaga, maka mekar Rafflesia takkan berhenti. Dan di mata generasi berikutnya, bunga raksasa itu tetap akan hadir.

***

Ahmad Supardi, SustainergyID.

Tulisan ini juga diterbitkan di Mongabay Indonesia dengan judul Bengkulu Memang Rumah Besar Rafflesia

Tinggalkan komentar

Sedang Tren