Rafflesia arnoldii mekar di Muara Sahung, Kabupaten Kaur, Bengkulu. Foto: IG @pokdarwisrafflesia

Asap tipis masih menggantung di langit Bengkulu ketika kabar lain justru menyelinap dari dasar hutan: bunga raksasa sedang mekar. Bukan satu, melainkan puluhan, dari tiga jenis berbeda Rafflesia arnoldii, Rafflesia kemumu, dan Rafflesia gadutensis.

“Dua bulan terakhir, ada delapan lokasi yang kami catat,” kata Sofian, Ketua Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu, Minggu, 15 September 2019. Dari Desa Talang Rais hingga Muara Sahung, puspa raksasa itu merekah di sela kelembapan hutan Bukit Barisan. “Seolah memberi pesan, mereka tetap bertahan di rumah alaminya yang makin terdesak.”

Di saat provinsi tetangga, Sumatera Selatan, Jambi, Riau berkabut pekat oleh kebakaran hutan, Bengkulu relatif selamat. Meski begitu, bukan berarti benar-benar bebas. Pada 18 Agustus 2019, api melalap 15 hektare hutan di Pulau Enggano. Tiga pekan kemudian, giliran hutan Bukit Kandis, Bengkulu Tengah, dilalap si jago merah.

Namun Rafflesia seakan menolak tunduk. Mekar-mekar itu justru hadir bersamaan dengan musim asap.

Rafflesia Fatma mekar di Kebun Raya Bogor. Foto: LIPI

Mekar di Luar Habitat

Tak hanya di hutan Bengkulu, puspa langka itu juga menampakkan diri jauh di barat Jawa. Sabtu, 14 September 2019, sebuah Rafflesia patma mekar di Kebun Raya Bogor. Tidak sempurna: dari lima kelopak, dua sobek. Penyebabnya, cuaca yang terlampau panas.

“Rafflesia mekar sempurna bila cuaca lembap, dengan kanopi hutan hujan tropis di atasnya,” ujar Sofi Mursidawati, peneliti Rafflesia dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Bogor jelas bukan rumah alami bunga ini. Asal Rafflesia patma adalah Cagar Alam Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat. Tapi sejak 2004, tim LIPI mencoba membesarkan inangnya di kebun pembibitan. Enam tahun penantian, akhirnya pada 2 Juni 2010, kelopak raksasa itu pertama kali mekar. “Kebun Raya Bogor tercatat sebagai kebun raya pertama di dunia yang memiliki koleksi ex-situ Rafflesia patma,” kata Sofi.

Kini, hampir satu dekade kemudian, Kebun Raya Bogor telah menyaksikan 14 kali mekarnya puspa ini. Pekan itu, ada 12 bonggol tengah berkembang, tiga di antaranya diperkirakan akan mekar bersamaan.

“Kalau bunga jantan dan betina bisa mekar serentak, peluang penyerbukan terjadi,” jelas Sofi. Tapi prosesnya jauh dari sederhana. Rafflesia hanya bergantung pada serangga pengunjung yang tertarik bau busuknya. Kesempatan penyerbukan hanya berlangsung beberapa hari, sebelum bunga raksasa itu layu dan mati.

Liana Testratigma melingkar di pohon besar di Bengkulu. Foto: Ahmad Supardi/SustainergyID

Misteri Kehidupan

Bagi ilmuwan, setiap kali Rafflesia mekar adalah peristiwa berharga. Tanaman ini unik: tak punya batang, tak punya daun. Ia hanya berupa bunga besar, hidup sebagai holoparasit pada inang liana Tetrastigma. Seluruh energi hidupnya ia sedot dari akar si inang.

“Ancaman kepunahan sangat nyata, sementara pengetahuan kita masih terbatas,” kata R. Hendrian, Kepala Pusat Penelitian dan Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya LIPI. Ia menyebut timnya mencoba berbagai cara, termasuk teknik grafting (penyambungan), untuk memperbesar kemungkinan bunga ini tumbuh dan berbunga.

Namun tetap saja, Rafflesia tak bisa ditanam seenaknya. Ia hanya betah di habitat asal, di hutan hujan tropis dengan lembap yang stabil.

Ancaman dan Pesan dari Hutan

Ancaman terbesar Rafflesia datang bukan dari api semata. Agus Susatya, peneliti Rafflesia dari Universitas Bengkulu, menuliskannya dalam bukunya Rafflesia: Pesona Bunga Terbesar di Dunia. Pertama, konversi hutan menjadi perkebunan. Sumatera dan Kalimantan sudah terlalu akrab dengan kisah ini.

Kedua, inang yang dipotong orang, entah sengaja atau karena tidak tahu. Padahal sekali inang rusak, seluruh bonggol ikut mati. Ketiga, kerusakan akibat banjir bandang atau matinya pohon inang di tepi sungai.

Ancaman lain datang dari diri bunga itu sendiri: sedikitnya bonggol yang berhasil menjadi kuntum sempurna. Dari ratusan bakal bunga, hanya segelintir yang berhasil mekar. “Mencegah bunga langka ini punah hanya bisa dilakukan dengan menjaga hutan sebaik mungkin,” tegas Agus.

Agustus–September 2019, di tengah kabar kebakaran hutan yang menghitamkan langit Sumatera, Bengkulu masih menyimpan kabar lain: Rafflesia tetap mekar. Di Talang Rais, Kemumu, Muara Sahung, hingga lereng-lereng Bukit Barisan, bunga raksasa itu merekah tanpa peduli hiruk-pikuk manusia.

Ia seakan mengirim pesan: betapapun sempit hutan tersisa, kehidupan masih ingin bertahan. Dari bonggol kecil seukuran kepalan tangan, lahir mahkota merah berdiameter hampir satu meter. Mekar hanya sepekan, lalu membusuk, lenyap.

***

Ahmad Supardi, SustainergyID.

Tulisan ini juga diterbitkan di Mongabay Indonesia dengan judul Rafflesia Bermekaran, Ada yang Merekah di Luar Habitatnya

Tinggalkan komentar

Sedang Tren